Sesungguhnya termasuk perkara penting yang harus selalu kita ingat adalah wasiat-wasiat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantaranya yaitu wasiat perpisahan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan kepada para sahabat –semoga Allah meridhoi mereka seluruhnya-. Dikisahkan oleh ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ’anhu sebagai berikut:
Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sholat bersama kami, kemudian beliau memberi kami sebuah peringatan yang sangat baik. Oleh karenanya, mata-mata kami berlinang dan hati-hati kami bergetar. Maka seorang berkata: “wahai Rosulullah! Seolah-olah ini adalah peringatan orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau pesankan kepada kami?”. Beliau pun bersabda: “Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat (kepada penguasa kalian) walaupun dia seorang budak Habsyi. Sesungguhnya barangsiapa yang masih hidup dari kalian setelahku niscaya dia akan melihat perselisihan yang cukup banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa` Ar-Rosyidin Al- Mahdiyyin (para khalifah yang terbimbing lagi mendapat petunjuk). Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah atasnya dengan gigi-gigi geraham kalian. Dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru dalam agama. Karena sesungguhnya setiap perkara baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Syaikh kami Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rohimahullah dalam kitabnya ”Al Jami’us Shohih mimma laisa fis Shohihain” 1/198-199 Cet. Daarul Atsaar Yaman)
Hadits ini merupakan wasiat yang sangat agung, di dalamnya terkandung beberapa pelajaran penting yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kita tunaikan sepeninggalnya. Dengan mengamalkannya, kita tidak akan terombang-ambing dalam mengarungi ombak dan badai kehidupan dunia ini, sebelum kita menyusul beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ke alam barzakh dan akherat nanti.
Pada
hadits yang mulia ini, beliau mewasiatkan tiga perkara kepada kita:
yang pertama untuk setiap pribadi yang muslim, yang kedua terhadap
pemerintah kaum muslimin, dan yang ketiga mengenai pengamalan agama
secara benar.
Adapun yang berkenaan dengan setiap pribadi yang muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla.”
Wasiat beliau untuk bertakwa kepada Allah merupakan wasiat yang sangat
agung. Wasiat ini adalah ajaran yang menuntun kita untuk membentengi
diri dengan keimanan yang kuat kepada Allah Ta’ala. Seorang yang
bertakwa kepada Allah niscaya akan berhasil membina dirinya. Dengan
bertakwa, berarti dia berhasil pula meraih keutamaan serta ganjaran yang
cukup besar disisi Allah Ta’ala. Kebaikan dunia dan akhirat terdapat
dalam bertakwa kepada Allah. Sekian banyak janji Allah dalam Al-Qur’an
hanya dipersiapkan bagi orang-orang yang bertakwa. Di antaranya,
Allah berfirman:
“Barangsiapa
yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan untuknya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
(yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.” (Ath-Thalaq: 2-3)
Inilah
beberapa keutamaan bertakwa kepada Allah yang akan diraih dalam
menapaki kehidupan dunia ini. Allah akan membentangkan jalan keluar
dari segala problema hidup yang membelitnya, Allah akan melimpahkan
rezeki kepadanya dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan Allah
akan mencukupkan kebutuhannya bila takwa disertai dengan penyandaran
diri kepada-Nya. Demikianlah janji Allah kepada orang-orang yang
bertakwa. Maka barangsiapa yang ingin meraih keberuntungan ini,
hendaklah dia bertakwa kepada Allah. Adapun keutamaan bertakwa kepada
Allah yang akan digapai dalam kehidupan kampung akherat yaitu memuaskan
diri dengan mereguk berbagai kenikmatan surga yang tiada banding.
Allah berfirman (yang artinya):
“Dan
bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rob kalian dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang
yang bertakwa”. (Ali Imron: 133)
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di
sekitar) mata-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam)
yang mereka inginkan. (Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah
kalian dengan enak karena amal yang telah kalian kerjakan”. (Al Mursalaat: 41-43)
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan. (Yaitu) kebun-kebun
dan buah anggur. Dan gadis-gadis remaja yang sebaya. Dan gelas-gelas
yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar
perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai
pembalasan dari Robmu dan pemberian yang cukup banyak”. (An Naba`: 31-36)
Dan
masih banyak lagi ayat-ayat senada yang berbicara tentang pahala dan
ganjaran bagi orang-orang yang bertakwa di kampung akherat nanti.
Bertakwa kepada Allah artinya
melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan
larangan-larangan Nya. Bertakwa adalah kalimat yang singkat tetapi
pengamalannya merupakan perkara yang cukup berat. Kebanyakan manusia
terombang-ambing dalam bertakwa kepada Allah diantara dua kondisi.
Sebagian dari mereka tidak menunaikannya sesuai dengan yang dikehendaki
dan diridhoi oleh Allah. Sedangkan sebagian yang lain berlebihan
ketika mengamalkannya sehingga melampaui batas dalam beragama. Namun
yang berbahagia dan beruntung adalah orang-orang yang menunaikan dan
mengamalkannya sesuai dengan keridhoan Allah Ta’ala dan tidak melampui
batas agama. Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian
meninggal dunia melainkan sebagai orang-orang yang beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)
Wasiat beliau yang kedua yaitu menyangkut hubungan dengan pemerintah kaum muslimin, hubungan dalam bernegara dan bermasyarakat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan (yang artinya): “Aku wasiatkan kepada kalian untuk mendengar dan taat walaupun yang berkuasa atas kalian adalah seorang budak Habasyi.” Ini
adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
menunjukkan betapa penting mendengar dan taat kepada pemerintah yang
muslim. Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa
yang taat kepadaku berarti dia telah taat kepada Allah. Barangsiapa
yang bermaksiat kepadaku berarti dia telah bermaksiat kepada Allah.
Barangsiapa yang taat kepada penguasanya berarti dia telah taat
kepadaku. Dan barangsiapa yang durhaka kepada penguasanya berarti dia
telah durhaka kepadaku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu hurairah radhiyallahu ’anhu)
Maka
mendengar dan taat kepada pemerintah kaum muslimin merupakan perkara
yang diperintahkan oleh Islam. Tentu saja mendengar dan taat yang
diperintahkan oleh Islam itu dalam batas norma-norma kebaikan. Semuanya
harus berpijak kepada ajaran Al Quran dan As-Sunnah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“sungguh ketaatan itu hanya dalam perkara yang baik.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu)
Adapun
untuk yang selain kebaikan, kita tidak diperintahkan untuk mendengar
dan taat kepada pemerintah. Namun bukan berarti bahwa kita
diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan yang menjatuhkan kewibawaan
pemerintah tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Penguasa
itu adalah naungan Allah diatas muka bumi, maka barangsiapa yang
memuliakannya niscaya dia akan dimuliakan oleh Allah. Dan barangsiapa
yang menghinakannya niscaya dia akan dihinakan oleh Allah.” (HR.
Ibnu Abi ’Ashim dan yang selainnya, dari sahabat Abu Bakroh
radhiyallahu ’anhu, dihasankan oleh Syaikh Al Albani rohimahullah)
Selanjutnya
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Walaupun
yang memerintah kalian adalah seorang budak Habasyi”. Ini bukan
berarti bahwa kita disyariatkan untuk mengangkat penguasa dari seorang
budak habsyi. Sebab kekuasaan itu pada hakekatnya hendaklah diserahkan
kepada seorang yang bersuku Quraisy. Sebagaimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Para pemimpin (kaum muslimin) itu adalah dari suku Quraisy”.
(HR. Ahmad, At-Thabrani, Al Baihaqi, At-Thayalisi, Ibnu Abi ‘Ashim, dan
yang lainnya, dari beberapa orang sahabat nabi, diantaranya: Anas bin
Malik, Ali bin Abi Thalib, Abu Barzah Al-Aslami, dan yang lainnya.
Hadist ini dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwa` no (250) )
Sedangkan
dalam hadits yang lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya
ingin memberikan permisalan. Yang beliau lakukan ini dalam rangka
mempertegas perintahnya untuk mendengar dan taat kepada pemerintah kita
dalam segala kondisi, baik sewaktu sulit atau mudah, suka atau murka,
bahkan walaupun mendzolimi kita, selama tidak mengandung maksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengambil ba’iat dari para
sahabatnya –semoga Allah meridhoi mereka seluruhnya- agar tetap
mendengar dan taat kepada penguasa mereka. Sebagaimana yang dinyatakan
oleh sebagian sahabat:
“Baik dalam keadaan kami suka maupun tidak suka”. (HR.Al Bukhari dan Muslim dari sahabat Ubadah bin As-Shamit radhiyallahu ’anhu)
Adapun wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketiga yaitu mengenai pengamalan agama secara benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa yang masih hidup dari kalian setelahku niscaya dia akan melihat perselisihan yang cukup banyak”.
Yakni perselisihan dalam masalah agama. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wajib
atas kalian untuk berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa`
Ar-Rosyidin Al- Mahdiyyin (para khalifah yang terbimbing lagi mendapat
petunjuk)”.
Yakni
berpegang kepada ajaran agama yang telah diwariskan oleh Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya, secara lebih
khusus para Khulafa` Ar-Rosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali)
–semoga Allah meridhoi mereka seluruhnya-. Perintah beliau ini
membimbing kita untuk memahami agama sesuai dengan Sunnahnya dan
pemahaman para sahabatnya.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Berpegang teguhlah kalian dengannya dan gigitlah atasnya dengan gigi-gigi geraham kalian”.
Pernyataan
ini merupakan penekanan yang extra dalam memegang sunnah beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sekuat-kuatnya, sampai diibaratkan
seperti menggigitnya dengan gigi-gigi geraham. Seorang yang menggigit
dengan gigi-gigi gerahamnya terbukti lebih kuat daripada yang
menggigit dengan gigi-giginya yang lain. Bahkan gigitannya tidak akan
mampu dilepaskan walaupun dengan tarikan yang menghentak kecuali jika
gigi-gigi geraham itu telah tercabut dari akarnya.
Maksud
dari semua ini yaitu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan kita agar memegang teguh sunnahnya dengan sekuat tenaga
dan kemampuan. Sebab di masa belakangan sepeninggal beliau nanti, akan
terjadi perkara-perkara baru dalam agama yang memancing kita untuk
mengikuti angkara murka hawa nafsu kita. Oleh karena itu, beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dan
berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru dalam agama.
Karena sesungguhnya setiap perkara baru itu adalah bid’ah dan setiap
bid’ah itu adalah sesat”.
Wallahu a’lam bish shawab.
Source: Dai21juli
Sebagai rasa terima kasih dari admin, karena kamu telah mampir ke blog ini. Silahkan buka kejutan dari admin Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar